Communication
10 Frasa Pasif-Agresif yang Dapat Menghancurkan Bisnis
by
STUDiLMU Editor
Posted on
May 25, 2019
Beberapa bulan yang lalu, saya
mendapat umpan balik dari mentor bisnis saya. Umpan baliknya sangat menarik! Saya bahkan tidak pernah memikirkan dan menyadari hal ini sebelumnya. Selama dua bulan, mentor saya menyadari bahwa saya adalah seorang komunikator yang pasif-agresif. Hmm, saya benar-benar tidak menyangka! Mentor saya juga menyarankan untuk mengubah gaya komunikasi saya ini. Alasannya, jika saya selalu menggunakan gaya komunikasi seperti ini maka akan menimbulkan berbagai asumsi, serta menimbulkan kesalahpahaman dengan lawan bicara saya.
Selain itu, bahasa singkat yang digunakan dalam komunikasi pasif-agresif juga bukan cara terbaik untuk menyelesaikan konflik. Apabila rekan-rekan Career Advice pernah memiliki
gaya komunikasi seperti ini, mungkin rekan pembaca juga setuju bahwa bahasa pasif-agresif tidak baik dalam mempertahankan sebuah hubungan. Kata-katanya terlalu bersifat dingin, sehingga susah untuk diartikan dengan jelas.
Bahayanya lagi, komunikasi pasif-agresif dapat menimbulkan rasa frustasi kepada kedua belah pihak yang terlibat. Sedangkan, salah satu tujuan dari komunikasi yang baik adalah mematahkan frustasi dan kesalahpahaman yang terjadi antara kedua belah pihak. Pada artikel kali ini, kami akan membahas tentang 10 frasa pasif-agresif yang perlu dihindari oleh kita semua. Yuk, kita simak penjelasannya di bawah ini.
1. “Baik”.
Dikarenakan umpan balik yang disampaikan oleh mentor saya, akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada sahabat saya “Apakah bahasa saya selama ini pasif-agresif?” Lucunya, dia menjawab “ya” selama ini saya selalu memberikan balasan yang pasif-agresif, namun karena sahabat saya sangat mengerti saya, jadi dia rasa itu adalah watak saya dari kecil.
Menurut Psychology Today, para komunikator pasif-agresif sangat sering menggunakan kata “baik”. Contohnya, “Ok, baik”, atau mungkin hanya “Baik” saja. Secara tidak langsung, kata ini digunakan untuk mengekspresikan
kemarahan mereka dan digunakan untuk menghentikan komunikasi secara langsung.
2. “Jangan Khawatir”.
Kata-kata “jangan khawatir”, mungkin cukup sering digunakan oleh para komunikator pasif-agresif. Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hati, kita merasakan kekhawatiran, namun kita ingin menutupinya agar orang lain tidak tahu. Selain itu, “jangan khawatir” juga sering digunakan untuk mengacaukan pikiran dan perasaan orang lain. Misalnya, klien rekan pembaca meminta maaf kepada Anda, namun rekan pembaca hanya membalas “jangan khawatir”. Ini tidak akan
menyelesaikan masalah. Mereka akan berpikir apakah permintaan maaf sudah benar-benar diterima atau belum.
3. “Jika Anda Benar-benar Menginginkannya”
Seorang rekan kerja meminta tolong kepada saya dua hari yang lalu, dengan santai saya menjawab “Ok, jika Anda benar-benar menginginkannya”. Ternyata, kalimat saya itu malah menuai kesalahpahaman. Saya berkonsultasi dengan mentor saya, dengan bijak dia menjelaskan bahwa kalimat seperti ini mungkin terlihat seperti suatu komitmen. Nyatanya? Tidak! Sekilas ini terlihat seperti orang tersebut akan melakukan apa yang diminta, namun nyatanya seperti terpaksa atau tidak terlalu senang. Sekarang, saya tahu apa alasan rekan kerja saya marah saat saya menjawab seperti itu.
4. “Terima Kasih Sebelumnya”.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa frasa ini sangat penting untuk dikatakan karena menandakan bahwa kita mengapresiasi orang lain sebelum mereka melakukan apa yang kita minta. Namun, frasa ini ternyata cukup menakutkan loh.
Para komunikator pasif-agresif menggunakannya untuk mengharapkan orang lain melakukan apapun yang mereka minta dan orang-orang tersebut harus rela melakukannya. Tentu saja, frasa seperti ini jika terlalu sering digunakan akan merusak hubungan kita dengan banyak orang.
5. “Saya Terkejut, Saya Bingung atau Saya Ingin Tahu tentang...”.
Beberapa kali saya pernah menggunakan tiga frasa di atas kepada tiga rekan kerja saya. Yang saya ingat, saya mengatakan seperti ini “Eh vin, saya terkejut deh dengan laporan keuangan yang kamu buat bla.. bla..” dan “Bro! saya ingin tahu tentang materi presentasi lo besok dong”.
Awalnya, saya rasa frasa-frasa di atas biasa saja. Ternyata, rekan kerja saya merasa bahwa saya hanya berpura-pura bersikap ingin terbuka, namun mereka menyangka saya hanya ingin “kepo” atau mengkritik hasil kerja mereka.
6. “Saya Tidak Marah”.
Selain masalah pekerjaan, saya juga berkonsultasi masalah percintaan saya dengan sang mentor. Setiap kali ada konflik, saya memaafkan mantan kekasih saya dengan frasa “saya tidak marah”. Hmm, pantas saja hubungan saya tidak bertahan lama. Semakin lama, saya merasa tidak nyaman. Ternyata frasa ini hanya menahan kita untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada orang lain. Mulai dari saat itu, saya belajar untuk selalu menyuarakan isi hati dan pikiran saya, agar hidup saya menjadi lebih tenang.
7. “Terserah”.
Haha, saya pernah loh berselisih dengan rekan kerja saya karena chat yang dia kirim hanya saya balas dengan frasa “terserah”. Mentor saya menyarankan kita semua untuk menghindari pemakaian frasa ini. Ini hanya akan membuat kita seperti tidak peduli dengan situasi dan tidak menginginkan diskusi untuk tetap berjalan.
8. “Jadi?”
Pernah tidak dapat frasa ini dari orang lain? Misalnya, “jadi, apakah kita akan makan malam sepulang dari kantor?” atau “jadi, apakah Anda sudah
menerima email dari saya?” Mungkin frasa “jadi” terlihat sangat sederhana. Namun, frasa ini akan menimbulkan kegelisahan bagi orang lain yang menerima chat kita. Alasannya, mereka akan kelabakan karena kita sudah bertanya apakah rencana yang sudah dirancang akan dilanjutkan atau tidak.
9. “Hanya ingin tahu…”
Ups! Ternyata para komunikator pasif-agresif juga menggunakan frasa ini dengan sangat sering. Misalnya, “Apakah kamu jadi pergi ke Bandung besok? Aku hanya ingin tahu aja sih”. Selain terdengar sangat ingin tahu urusan orang lain (kepo), kebanyakan orang-orang yang menggunakan frasa ini memang hanya benar-benar ingin tahu saja. Padahal, mereka tidak akan menawarkan bantuan apapun.
10. “Aku hanya Bercanda”.
Sarkasme adalah salah satu ciri yang paling umum dari pasif-agresif. Misalnya, seorang komunikator pasif-agresif memberikan komentar pedas kepada orang lain. Dan, orang tersebut merasa tersinggung, dengan cepat dia akan mengatakan “Nyantai aja sih, aku hanya bercanda kok!” Nyatanya, komentar pedas yang dia ucapkan bukanlah sebuah lelucon yang lucu.
Itulah 10 frasa pasif-agresif yang mungkin sering tidak kita sadari dapat menimbulkan kesalahpahaman dan asumsi-asumsi negatif dari lawan bicara kita. Selain itu, frasa-frasa di atas juga kurang untuk digunakan dalam penyelesaian masalah atau konflik. Yuk, mulai dari sekarang kita hindari frasa-frasa pasif-agresif di atas agar hubungan kita dengan sesama semakin baik dan awet. Selamat mencoba ya.