Communication
3 Situasi Komunikasi yang Mengharuskan Kita Tutup Mulut
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Jun 26, 2019
Ketika kita berbicara tentang “komunikasi”, kita akan langsung terbayangkan tentang bagaimana
berbicara di depan umum, berinteraksi di dalam konferensi atau seminar, mengadakan rapat kerja dengan klien atau mitra bisnis, dan lain sebagainya. Jika diperhatikan, semua kegiatan berkomunikasi tersebut menggunakan “mulut” kita untuk menjawab pertanyaan,
presentasi,
negosiasi, dan juga berkenalan.
Ternyata, tidak semua situasi bisa diselesaikan dengan jawaban dari mulut kita loh. Ada 3 situasi utama dalam berkomunikasi yang tidak perlu kita jawab dengan ucapan apapun dari mulut kita. Dengan kata lain, 3 kondisi ini sangat menyarankan kita untuk tutup mulut dan tidak mengatakan apapun. Daripada berbicara, kami menyarankan rekan pembaca untuk lebih mendengarkan apa yang mereka katakan apabila sedang berada di dalam 3 situasi komunikasi ini.
Ketika tidak ada sepatah katapun yang kita keluarkan pada situasi ini, bukan berarti kita kalah, tidak paham, atau tidak peduli terhadap apa yang lawan bicara kita sampaikan. Namun, menutup mulut untuk tidak mengatakan apapun adalah solusi yang paling terbaik dan tersopan pada 3 situasi komunikasi ini.
Apakah rekan pembaca ingin tahu apa saja situasi komunikasi yang kami maksud? Jika “ya”, Yuk kita simak penjelasannya berikut ini.
1. Tutup Mulut ketika Bertemu dengan Klien Baru yang Potensial.
Ketika kita ingin mendengar lebih banyak, maka solusinya adalah berhenti bicara dan mendengarkan lawan bicara kita secara seksama. Di dalam dunia bisnis dan kerja, klien adalah rekan bisnis yang sangat berharga. Apabila kita sedang berhadapan dengan calon klien yang potensial, maka kita perlu mendengarkan segala ekspektasi, keluh kesah, pujian, atau hal apapun yang mereka sampaikan kepada kita.
Apabila kita ingin mempromosikan sesuatu kepada calon klien terkait produk atau layanan jasa kita, itu hal yang oke-oke saja. Namun, jangan mendominasi pembicaraan yang terjadi antara kita dan calon klien yang potensial ini. Cukup sampaikan beberapa hal yang penting saja, dan tutup mulut kita dengan mendengarkan segala hal yang disampaikan oleh calon klien.
Dengan begitu, mereka akan merasa sangat dihargai oleh kita karena kita sudah meluangkan waktu untuk mendengarkan apapun yang mereka ucapkan. Sikap ini sangat penting untuk diterapkan pada situasi komunikasi seperti ini. Secara tidak langsung, kita sangat menghormati kedudukan calon klien kita yang sangat potensial ini.
2. Tutup Mulut Ketika Sedang Berurusan dengan Klien yang Marah.
Meskipun kita sudah sangat yakin bahwa produk atau layanan jasa kita adalah yang terbaik. Bahkan, jika kita yakin bahwa pelayanan pelanggan yang bisnis kita berikan selalu memberikan respon yang terbaik pada para pelanggan, tetap saja akan ada klien atau pelanggan yang marah dan mengeluh terhadap produk dan layanan jasa kita.
Ketika situasi ini sedang kita hadapi, jangan menjerumuskan diri kita kepada lubang yang berbahaya yaitu, menjawab segala ucapan klien yang sedang marah. Cukup tutup mulut kita dan dengarkan segala hal yang disampaikan oleh klien kita.
Ketika sedang marah, tidak ada orang yang ingin diintervensi. Orang-orang yang sedang marah cenderung ingin didengarkan, bukan dijawab. Mereka ingin lawan bicaranya menyadari dan memahami alasan mengapa mereka marah. Dengan kata lain, mereka ingin suara hatinya didengarkan oleh orang lain.
Selain itu, para klien yang sedang marah juga ingin masalah mereka segera terselesaikan. Jadi, apabila kita malah menjawab atau membantah segala pembicaraan mereka, ini sama saja bahwa kita melakukan pembelaan diri dan tidak ingin membantu menyelesaikan permasalahan mereka.
Mendengarkan keluhan dan kritik pedas dari klien yang sedang marah secara langsung atau melalui telepon jauh lebih baik, daripada membaca ulasan negatif dari mereka di media sosial. Wah, lebih baik kita mendengarkan mereka dan langsung berusaha menyelesaikan masalahnya secara langsung kan?
Intinya, dengarkan saja apapun yang klien sampaikan terkait produk dan layanan jasa kita. Semakin kita mencoba untuk menjustifikasi perspektif, kebijakan, atau situasi yang ada, maka klien akan semakin marah.
3. Tutup Mulut Ketika Sedang Mewawancarai Seseorang.
Ini adalah situasi komunikasi ketiga yang mengharuskan kita untuk menutup mulut dan lebih mendengarkan lawan bicara kita. Ketika kita mewawancarai seseorang, sudah dapat dipastikan bahwa sebelumnya kita sudah menyaring kandidat-kandidat hebat melalui resume dan surat lamaran kerja. Jadi ketika kandidat tersebut sudah ada di hadapan kita, akankah lebih baik jika kita menyediakan kedua telinga untuk lebih mendengarkan jawaban mereka dengan seksama.
Tutup mulut kita dan berikan waktu khusus bagi mereka untuk menceritakan segala hal yang kita perlukan. Eits! Tapi bukan berarti kita harus pasif dan diam begitu saja ya. Kita bisa membuka mulut ketika kandidat sudah menyelesaikan jawaban mereka, atau ketika mereka memiliki beberapa pertanyaan terkait perusahaan kepada kita.
Menutup mulut ketika kandidat sedang menjawab dan menjelaskan
pengalaman kerja mereka dapat membantu kita untuk mengukur sejauh mana ketertarikan mereka terhadap perusahaan dan posisi kerja yang mereka lamar. Selain itu, mereka juga akan memiliki kesempatan untuk bercerita dan mengekspresikan diri mereka di luar resume. Dengan begitu, kita bisa menilai apakah kandidat tersebut benar-benar cocok dengan perusahaan kita atau tidak.
Nah, itu dia 3 situasi komunikasi utama yang mengharuskan kita untuk tutup mulut. Tutup mulut bukan berarti tidak tertarik dengan perbincangan atau tidak menghargai lawan bicara kita. Namun sebaliknya, tindakan tutup mulut pada 3 situasi komunikasi ini menandakan bahwa kita sangat menghargai lawan bicara kita untuk menggunakan waktu mereka dalam berbicara.