It’s not enough to be busy. So are the ants. The question is : what are we busy about?
-Henry David Thoreau-
Memang betul, sibuk seringkali menjadi hal yang dikeluhkan oleh banyak orang, apalagi leader. Bahkan dalam quote di atas dikatakan semut saja sibuk. Lalu apa bedanya kita dengan semut? Apa yang membuat kita sibuk?
Pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, bahkan oleh para leader yang telah mengaku dirinya sibuk. Sudah berusaha masuk lebih pagi, selama jam kerja pun merasa tidak pernah nganggur, istirahat rasanya masih dikejar-kejar ini-itu, dan tiba-tiba saja sudah waktunya pulang. Besok lagi pun masih seperti itu. Namun, herannya, tidak ada sedikitpun pekerjaan kita yang berkurang, target tidak tercapai, development pending, rencana inovasi cancel. Apa yang salah?
Banyak orang merasa dirinya sibuk, namun tidak menyadari apa saja yang telah membuatnya sibuk. Seakan-akan ditimbun pekerjaan, namun tak sedikit pun result yang didapat. Apakah Anda salah satu diantaranya?
Jika iya, mari kita mulai dengan mengagetkan diri kita dengan cara mendaftar hal-hal apa yang telah kita kerjakan setiap harinya, sekecil apapun itu. Jika perlu buatlah kolom yang dilengkapi dengan waktu. Daftar ini pasti mencengangkan kita, karena kemungkinan besar daftar tersebut berisi banyak, ya.. banyak hal.. banyak aktifitas. Namun tak banyak yang terlihat begitu penting.
Penting dalam hal ini didefinisikan sebagai hal yang produktif, memberi dampak bagi team, target, goals, dan tujuan kita. Sementara itu, ternyata sangat sedikit bahkan mungkin tidak ada hal penting yang produktif dan berdampak jangka panjang, yang kita lakukan sehari-hari. Itulah mengapa kita merasa selalu dan terlalu sibuk, namun tak beranjak mendekati kesuksesan.
Daftar pekerjaan kecil yang bisa jadi mengisi waktu kita sepanjang hari misalnya : mengangkat telepon dari marketing kartu kredit, mengecek email di pagi hari, membaca berita terbaru, menunggu dimulainya meeting, merapikan area meja kerja kita, menyapa dan sedikit ngobrol dengan rekan yang kita temui di pantry, bahkan sampai ke hal-hal yang sepertinya berhubungan dengan pekerjaan namun sebenarnya tidak terlalu berdampak pada kemajuan, sehingga tidak harus dilakukan pada hari itu. Misalnya, menghadiri meeting yang sebenarnya bisa didelegasikan, merapikan file-file dokumen yang berantakan, me-fotocopy proposal, menemui tamu (vendor) yang menawarkan produknya, menelepon terlalu lama, dan sebagainya.
Yang menentukan suatu pekerjaan penting atau tidak memang diri kita sendiri. Dan itulah tantangannya. Kita merasa satu hal penting, namun sebenarnya jika dibandingkan dengan hal lain ternyata ada yang jauh lebih penting. Kita mengerjakan pekerjaan yang di depan mata, bukan berdasarkan prioritas. Kita terbenam dalam batu kerikil pekerjaan yang sederhana karena merasa mudah untuk dilakukan, padahal sebenarnya ada batu besar yang harus kita pindahkan supaya proses berikutnya ada kemajuan.
Hal-hal kecil, sederhana, seperti kerikil ini adalah whirl wind, atau jika kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah angin puting beliung. Jika kita hanya melihat ujung angin puting beliung yang berada dekat dengan tanah tempat kita berpijak, sepertinya hanya titik kecil yang bisa kita lewati, tidak berbahaya, dan cenderung kita sepelekan.
Begitu juga dengan pekerjaan-pekerjaan kecil yang sepertinya sederhana, gampang diselesaikan, dan mungkin membuat kita berpikir “ah, hanya pekerjaan kecil ini.. gapapa lah dikerjakan duluan.. nanti kalau sudah selesai saya bisa mulai melakukan pekerjaan besar lainnya”
Namun sayangnya, angin puting beliung bukan hanya sekedar pusaran kecil yang boleh dipandang enteng, angin ini memiliki rentetan panjang, besar, bahkan berkekuatan luar biasa yang membahayakan. Jika kita sampai tersedot di dalam kumparannya, kita akan masuk ke dalam lubang besar yang berbahaya, dan tak bisa dikendalikan kekuatannya. Kita bisa terombang-ambing tak terkendali hanya mengikuti arah kemana angin tersebut akhirnya akan menghempaskan kita.
Ketika kita mulai terhisap ke dalam aktifitas kecil yang tak berujung, kita sebenarnya sedang tersedot masuk ke dalam angin puting beliung aktifitas kita. Awalnya kita merasa akan baik-baik saja dengan mengerjakan pekerjaan sederhana itu, lalu berlanjut ke pekerjaan sederhana lainnya, yang selalu ada dan muncul, lalu kita kerjakan, dan muncul lagi, hingga akhirnya kita tak akan mudah untuk mengendalikannya. Kita tanpa disadari sedang melakukan berbagai macam kesibukan tanpa makna yang menjauhkan kita dari goal dan tujuan kesuksesan kita. Kita tidak sadar sedang menghabiskan banyak waktu dalam hidup kita hanya untuk meladeni si angin puting beliung tersebut.
Sibuk tidak sama artinya dengan produktif. Sibuk yang tidak produktif biasanya karena disibukkan oleh angin puting beliung. Jadi, untuk mengatasi angin puting beliung ini kita perlu memastikan apakah setiap aktifitas yang kita lakukan menghasilkan, dan cukup produktif. Batasannya adalah, tujuan, goals, visi, dan impian kesuksesan kita.
Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah mendefinisikan goal, tujuan, dan kesuksesan yang ingin kita raih. Lalu, berikutnya adalah memilah aktifitas-aktifitas mana yang membuat langkah kita lebih mendekat ke arah goal tersebut, dan mana yang justru menjauhkan. Tandanya adalah, aktifitas produktif biasanya akan berdampak besar di kemudian hari membawa kita mencapai goal yang telah kita tentukan sebelumnya.
Memang whirl wind cukup mengganggu. Namun sebagai seorang leader, semakin tinggi jabatan dan tanggung jawab kita, maka kemungkinan adanya whirl wind semakin besar. Dan itu tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan justru memberi ruang sekaligus menetapkan batasan waktu menyelesaikannya.
Misal, kita alokasikan, mengikuti prinsip pareto, 80% waktu kerja efektif kita khusus untuk mengerjakan whirl wind. Yang artinya, kita akan stop jika alokasi tersebut sudah mencapai batasannya, dan mulai untuk mengerjakan 20% bagian dari aktifitas produktif, yang membawa kita semakin dekat ke goal.
Melakukan hal tersebut perlu kedisiplinan yang tinggi, karena godaan angin puting beliung cukup kuat hingga seringkali kita, dan banyak leader lainnya, tetap tergoda, terseret untuk mengerjakan hal tersebut. Dengan pengalokasian mengikuti prinsip pareto ini, akan membantu kita tetap mengerjakan hal-hal kecil yang menginterupsi dan tak bisa dihindari, namun juga tetap mengerjakan aktifitas produktif yang efektif.
Karena sibuk tidak sama dengan produktif, maka marilah kita menjadi leader yang tetap produktif, baik terlihat sibuk maupun tidak, dengan pengaturan waktu dan mawas diri terhadap whirl wind yang selalu ada setiap harinya. Selamat menjadi sibuk, namun jangan lupa untuk tetap produktif!