Self Improvement
Arti Hidup
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Feb 15, 2019
Membaca komentar-komentar di media sosial tentang satu sosok tokoh yang telah tiada, membuat saya merenungi satu hal: arti hidup dan nilai kita di mata sesama. Tokoh tersebut pernah sangat berkuasa, pernah begitu dipuja pengagumnya, telah mencapai banyak hal dalam hidupnya – hal yang banyak dijadikan manusia umumnya sebagai standar kesuksesan. Dikenal namanya di manca negara, memenuhi berbagai media berita, dan seterusnya. Sosok yang, sepertinya, tak punya lagi hal yang perlu dikejar. Kecuali – jika melihat komentar-komentar miring masyarakat setelah kepergiannya, reputasi positif.
Setelah wafatnya, walau begitu besar dan megah upacara pemakamannya, tak ada unsur kemegahan yang ikut dikuburkan bersamanya. Tidak ada emblem pangkat, batangan mulia simbol kekayaan, atau kaligrafi indah pertanda gelar dan jabatan. Tidak ada, selain apa yang memang disyaratkan agama. Setelah ia tiada, banyak yang akhirnya berani bersuara. Tentang ketidak adilannya, tentang kejahatannya, tentang pilu yang ia bawa kepada orang-orang di bawahnya. Terus bergaung merambah waktu.
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Apa yang terjadi sepeninggalan beliau, mengingatkan saya akan pepatah tua ini. Kini, saat mereka yang pernah mengenalnya mendengar namanya, satu penilaian dan pendapat otomatis muncul di benak mereka. Positif kah, negatif kah, muncul saat mendengar namanya. Semudah itu. Dari mana asalnya semua penilaian dan pendapat itu? Tentunya, itu semua adalah akibat dari masa lalu. Masa di mana ia masih hidup dan menyuguhkan tontonan perkataan dan tindakan.
Sungguh, kita semua pasti pernah mengalaminya. Mengingat satu sosok berdasarkan kesan yang mereka tinggalkan, melalui ucapan dan perbuatan. Saat mereka masih ada. Dan ini, tentu berarti berlaku bagi setiap orang. Tidak ada yang akan peduli apa yang telah kita dapatkan, jika mereka tidak bisa mengingat apa saja yang sudah kita berikan. Tidak ada yang keberatan dengan apa pangkat yang pada kita dulu tersemat, jika mereka tidak bisa mengingat kebaikan dalam apa yang kita perbuat. Tidak ada yang peduli, kecuali dalam memikul pangkat itu kita menunjukan tanggung jawab atas peran yang kita emban.
Lalu penilaian seperti apa yang akan orang-orang dalam lingkaran kita akan berikan, saat kita juga tiada? Apakah kita telah
cukup meninggalkan kesan dan ingatan positif, yang membuat orang tidak menambahkan kata “Tapi...”? “Dia seorang
pengusaha besar yang sukses, tapi lalim pada karyawannya...”. “Dia teman yang paling pandai dan berprestasi, tapi dia tidak ragu menyingkirkan orang lain dengan cara kotor demi memenuhi ambisi...”. “Dia menafkahi keluarganya tanpa kekurangan, tapi selalu kurang memberi waktu dan perhatian...”. Seperti itukah kalimat yang akan kita dengar? Atau komentar-komentar tersebut akan berhenti tanpa kata ‘Tapi’?
Karena hidup hanya sekali, sebesar apa Anda ingin meninggalkan catatan yang berarti? Itulah arti hidup.
Nilai manusia, bukan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup; bukan apa yang diperoleh, melainkan apa yang telah diberikan; bukan apa pangkatnya, melainkan apa yang telah diperbuat dengan tugas yang diberikan Tuhan kepadanya.
–Ministry-