Self Improvement
Kerja Keras atau Keberutungan?
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Feb 14, 2019
Sebuah artikel yang dimuat di cnn.com menyuguhkan hasil penelitian menarik, tentang peran keberuntungan dalam
kesuksesan orang-orang. Seperti dikutip dari artikel berjudul Orang-orang kaya di dunia: Hasil kerja keras atau keberuntungan?, menurut kajian yang dilakukan dua fisikawan, Alessandro Pluchino dan Andrea Rapisarda, serta ekonom Alessio Biondo itu, orang tersukses adalah orang yang paling banyak memiliki keberuntungan. Tiga peneliti asal Italia itu menciptakan dunia imajiner yang dihuni seribu orang dengan tingkat keterampilan berbeda-beda. Mereka secara acak dihadapkan pada keberuntungan dan peristiwa sial. Di awal simulasi, setiap orang memiliki jumlah modal yang sama, yaitu 10 unit. Karakteristik seperti kecerdasan, keterampilan, dan kerja keras mempengaruhi probabilitas mereka mengubah kesempatan menjadi modal. Setelah simulasi selama 40 tahun--jangka waktu yang dapat merepresentasikan perkembangan karier seseorang--distribusi kekayaan terlihat tak merata layaknya di dunia nyata.
"Jawaban yang kami tunggu mengasumsikan kita
menghargai orang paling sukses karena mereka lebih berbakat atau lebih cerdas dibandingkan lainnya," kata Pluchino. "Namun kami melihat fenomenanya tidak seperti asumsi itu. Kerap kali, orang paling sukses justru mereka yang tak begitu pintar atau berbakat, tapi memiliki banyak kemujuran. Kami menemukan korelasi tegas antara keberuntungan dan kesuksesan. Nasib-nasib baik mendasari kesuksesan yang luar biasa, meski individu itu sangat tak berbakat.". Tentu saja, kata para peneliti itu, Anda harus mempunyai keterampilan tertentu untuk memanfaatkan peluang-peluang yang muncul. Dan bakat itu dapat berupa banyak hal, dari etos kerja hingga kecerdasan dan kebiasaan bekerja keras.
Nah, bagaimana menurut Anda? Kami sendiri akan menggaris bawahi pernyataan mereka bahwa orang-orang yang disambangi keberuntungan tetap harus memiliki ketrampilan tertentu untuk bisa memanfaatkan peluang yang muncul. Saya akan mengibaratkan pendapat ini dengan seorang pemain basket cadangan. Dia berlatih keras setiap hari, memoles ketrampilannya, sambil menunggu giliran penunjukkan untuk masuk berlaga di lapangan. Momen di mana ia mempersiapkan diri. Saat akhirnya ia mendapat kesempatannya, ia terlibat dalam pertandingan, sambil menunggu kesempatan selanjutnya untuk sumbang peran: momen di mana ia mendapat operan bola. Saat ia benar mendapatkan kesempatannya – operan bola, dengan ketrampilan yang ia miliki ia sukses mencetak skor dan mendapat perhatian lebih dari pelatihnya, atau pencari bakat yang memang sedang mencari bibit potensial. Dan seterusnya, hingga ia sukses masuk ke liga yang lebih besar dan bergengsi. Akankah kita sebut ini sebagai keberuntungan?
Coba bayangkan skenario ke dua. Dimana si pemain cadangan mendapat kesempatan masuk lapangan, tapi kemudian kehilangan momen pembuktian kemampuan karena gagal melakukan misalnya tembakan jarak jauh yang harus ia lakukan di detik terakhir. Ia tidak siap, tidak memiliki ketrampilan untuk menyikapi peluang yang dilemparkan padanya. Banyak orang akan menyebutnya pemain yang buruk, bukan “tidak beruntung”. Dia sudah mendapat kesempatan, namun tidak berhasil memberi pembuktian. Jika tidak bisa bermain dengan baik, itu tidak ada hubungannya dengan keberuntungan. Tidak ada orang yang secara beruntung bisa berlaga dengan baik. Bukan begitu?
Betul bahwa kita butuh peluang untuk meraih kesuksesan. Tapi apa artinya peluang jika kita tidak siap memanfaatkannya, dan mendapat pencapaian darinya? Tanpa kesiapan, tidak peduli seberapa sering bola dilemparkan pada Anda, tak akan ada skor yang bisa Anda sumbangkan. Tanpa kesiapan, tidak peduli berapa kali bola peluang melayang ke arah Anda, jangankan mencoba menambah skor, menangkapnya pun mungkin Anda tak bisa. Seperti yang sudah dibuktikan Edison dan menjadi nasihatnya.
"Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan."
–Thomas A. Edison–