Coaching
Kesalahan dalam Coaching
by
Susanti Yahya
Posted on
May 14, 2018
Yang sering terjadi dalam sesi-sesi coaching adalah atasan terlalu cepat memberikan solusi, dan bukan mengajak diskusi yang menggali solusi dari coachee nya. Akibatnya, bawahan menjadi kurang mandiri. Lain halnya bagi bawahan yang bisa lebih independen. Sesi coaching menjadi saat-saat membosankan karena harus mendengarkan uraian nasihat yang sudah berulang-ulang disampaikan. Tak heran, saat nasihat ternyata tidak efektif, bawahan justru menyalahkan atasan dan melempar tanggung jawab kepadanya. Bisa jadi hal itu dilakukannya sebagai reaksi negatif karena merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, merasa dipaksa atau terpaksa melakukan.
Mengapa bawahan menjadi kurang mandiri dan tidak berkembang? Apakah ada yang salah dengan coaching yang dilakukan oleh atasan kepada bawahannya? Berikut ini beberapa penyebabnya:
A. Atasan Terlalu Banyak Memberi Nasihat
Seringkali karena pertimbangan keterbatasan waktu, atasan memilih untuk mengisi sesi coaching dengan banyak memberi nasihat, petunjuk, atau arahan (yang sering ditangkap bawahan sebagai perintah). Alih-alih mendengarkan keluhan bawahannya dan memancing diskusi solusi dari bawahan, atasan lebih banyak memberi nasihat. Memang dengan memberikan solusi tentunya waktu yang dibutuhkan lebih singkat, dan atasan menjadi terlihat seperti pahlawan. Tetapi apakah hal ini baik bagi coachee dan coach dalam jangka panjang?
“Saya kewalahan dengan bawahan saya yang satu ini. Selalu saja ia bertanya. Padahal kalau dilihat dari latar belakang pendidikannya, seharusnya ia mampu mengatasinya sendiri,” demikian keluh seorang manajer yang merasa waktunya dihabiskan oleh permasalahan bawahannya. Bukannya membantu, bawahannya justru menjadi masalah baru baginya. Apakah keluhan ini terdengar tidak asing?
Dalam sesi coaching, atasan sebenarnya tidak perlu terlalu banyak memberi nasihat. Cukuplah baginya mengembalikan pertanyaan “Apa” bawahan menjadi, “Menurutmu, apa yang sebaiknya kamu lakukan? Bagaimana pendapatmu? Apa yang sudah kamu pikirkan? Pilihan mana yang kamu sukai? Apakah ada pro dan kontranya?” Dengan cara ini, atasan mengembangkan pola pikir bawahan untuk belajar menyelesaikan permasalahannya sendiri. Pada kenyataannya bawahanlah yang paling dekat dengan permasalahan tersebut.
Alasan lain mengapa atasan terlalu banyak memberi nasihat adalah karena faktor kemudahan. Memberi nasihat, arahan atau instruksi langsung akan jauh lebih cepat dan mudah. Setuju? Ada peribahasa “Berikan kepadanya ikan dan kamu akan memberinya makan satu hari. Ajari dia memancing, dan kamu akan memberinya makan seumur hidup.” Memberi ikan, dalam kerangka coaching, adalah dengan memberinya nasihat atau instruksi. Sedangkan memberi pancing adalah dengan mengembangkan pola pikir bawahan agar ia dapat menentukan sendiri tindakannya yang terbaik.
Karyawan A misalnya, tidak juga berusaha mencari solusi atas masalahnya. Alih-alih mengambil tanggung jawab sendiri, ia justru menyalahkan atasannya. Wah..ini bawahan tidak tahu berterima kasih nih. Mungkin itu yang ada dalam benak, seandainya kita menjadi atasan Karyawan A. Tetapi sikap Karyawan A barangkali akibat dari kurang tepatnya pelaksanaan coaching. Karyawan A sangat mungkin bisa lebih bertanggung jawab, jika sejak awal atasannya memberi kesempatan baginya untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Jadi masalahnya bukan pada boleh atau tidaknya memberikan nasihat kepada anak buah, tetapi bermanfaat atau tidak bila nasihat tersebut diberikan dengan seketika? Memberi nasihat tidak selalu berdampak buruk pada ketergantungan atau pada risiko kita menjadi kambing hitam bila nasihat yang dijalankan ternyata membawa hasil negatif. Asalkan nasihat tidak diberikan langsung pada kesempatan pertama.
B. Atasan Tidak Berelasi Dengan Bawahannya
Lain lagi cerita Siska, yang beberapa hari terakhir ini tampak – dalam bahasa gaul masa kini – galau, alias gundah gulana. Siska yang biasa banyak berbagi cerita dengan teman-teman seruangan, kini lebih suka ‘berceloteh’ dengan teman-teman ‘maya’ di media sosial. Dari obrolannya di media sosial, tergambar jelas penyebab kekesalan Siska: bahwa ia dinilai tidak kompeten oleh atasannya. Ia dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai tenaga pemasar. Tidak diketahui pasti bagaimana atasannya menyampaikan hal itu, yang jelas Siska nyata-nyata tersinggung dan tidak terima dengan kritikan tersebut.
Sebenarnya sudah sejak lama banyak orang menangkap hubungan antara Siska dengan atasannya yang seperti api dalam sekam. Tidak mengherankan bila masalah kecil saja bisa meledak menjadi besar. Begitu cepatnya api membesar karena berada dalam sekam. Dan ibarat bangunan dengan pondasi rapuh yang sulit berdiri kokoh dalam waktu lama, kerja sama mereka pun sulit untuk berjalan baik karena tidak dilandasi oleh kepercayaan bawahan terhadap atasannya, demikian pula sebaliknya.
Jika ingin menyelenggarakan training Coaching, silakan menghubungi kami di:
021 29578599 (Hunting)
021 29578602 (Hunting)
0821 1199 7750 (Mobile)
0813 8337 7577 (Mobile)
info@studilmu.com