Leadership
Keterbukaan Pemimpin
by
Berny Gomulya
Posted on
Oct 08, 2018
Ketika Barack Obama lulus dari Universitas Columbia tahun 1983, sebenarnya ia dapat melakukan banyak hal lain. Tawaran-tawaran yang ada sangat menarik. Salah satu dari tawaran itu adalah pekerjaan di Wall Street yang bisa membuatnya menjadi kaya raya. Namun, Obama memiliki mimpi dan cita-citanya sendiri. Ia ingin menjadi seorang community organizer (Pengelola komunitas) untuk orang-orang yang memiliki penghasilan rendah di lingkungan sekitarnya. Semua orang mengejeknya. Bahkan seorang sahabatnya mengatakan, “Kamu sedang membuang-buang waktu. Kamu tidak bisa mengubah dunia dan orang-orang tidak akan menghargai apa yang kamu lakukan.”
Tetapi Obama tidak mendengarkan mereka. Ia terus melanjutkan suara yang ada di dalam hatinya, yaitu menjadi seorang community organizer. ”Don't let people talk you into doing the safe thing. Listen to what's inside of you and decide what it is that you care about so much that you're willing to risk it all. Challenge yourself. Take some risks in your life,” begitu kata Obama pada suatu kesempatan berpidato di hadapan mahasiswa Universitas Northwerstern.
Pekerjaan sebagai seorang community organizer itulah yang membawanya menjadi orang ketiga Senator berkulit hitam selama sejarah Amerika. Dan dari situlah jalan terbuka baginya menuju ke gedung putih, menjadi Presiden Amerika pertama yang berkulit hitam. Obama dilantik sebagai Presiden ke-44 Amerika Serikat pada Selasa, 20 Januari 2009 di Washington DC. Barack Obama bilang: “Challenge yourself. Take some risks in your life!”
Melalui langkah-langkah perubahan yang dijalankannya, Obama tampak sangat meyakini bahwa keberhasilan kepemimpinan sangat ditentukan oleh kemampuan menyentuh hidup banyak orang. Obama terlihat sangat terampil dalam membangun hubungan dengan banyak orang. Ia presiden pertama AS yang sangat terbuka. Meskipun menempati posisi tertinggi di negara adidaya, Obama tidak mengisolasi dirinya dengan berbagai proteksi keamanan dan peraturan protokoler. Malahan Obama memudahkan akses untuk semua orang menghubungi dirinya.
Usahanya untuk selalu dekat dengan pemilihnya sudah dimulai sejak kampanye. Langkah smart Obama ketika awal berkampanye adalah memilih Chris Hughes (salah satu pendiri Facebook dengan julukan “online organizing guru”) untuk menjadi juru kampanye di dunia maya, khususnya kampanye melalui media social network. Pada saat itu, Obama hadir langsung di situs-situs jejaring sosial untuk berdialog, dan menggambarkan aktivitasnya secara transparan kepada para voters. Singkatnya, salah satu faktor kemenangan Obama sebagai Presiden Amerika kulit hitam pertama adalah karena dia berdialog langsung secara online kepada para pemilih, tanpa jarak.
Seorang mantan Presiden Amerika, James A. Garfield, pernah berkata, “Presiden adalah orang terakhir di dunia ini yang tahu apa yang dipikirkan dan diinginkan rakyat.” Belajar dari itulah barangkali mengapa Obama memiliki
gaya kepemimpinan yang ingin selalu connect dengan orang-orang. Pendekatan Obama ini sangat berbeda dengan beberapa pemimpin yang ada di sekitar kita. Ketika banyak CEO, Director, Manager, dan Leader mencoba menjaga jarak dengan bawahan atau pengikutnya. Generasi sekarang biasa menyebutnya “ja-im” atau ”jaga image”, Obama bahkan ingin selalu berhubungan dengan orang-orang. Usaha keras Obama untuk mempertahankan BB memberikan pelajaran Leadership bagus bagi kita semua, yaitu tetaplah berhubungan dengan orang-orang yang Anda layani –
customer, bos, bawahan, dan rekan-rekan kerja Anda. Punyailah kebiasaan mendengarkan atasan, bawahan, dan rekan Anda; kunjungi customer Anda; dan hadirilah acara-acara yang melibatkan karyawan-karyawan Anda.
Obama bilang, ”Saya ingin mendapatkan masukan. Saya ingin memastikan bahwa orang lain masih bisa menghubungi saya, selain dari orang yang langsung bekerja dengan saya. Saya ingin mereka tetap bisa mengirimi saya informasi tentang apa yang sedang terjadi di Amerika. Dan jika saya sedang melakukan suatu kebodohan, seseorang di Chicago dapat mengirim email ke saya dan bertanya ke saya, “Apa yang sedang Anda lakukan!?” Pemimpin harus lebih bersifat terbuka terhadap masukan, kritik, dan saran. Jika ingin menjadi pemimpin berpengaruh besar, Anda harus semakin piawai dalam
membangun hubungan melalui keterbukaan.