Customer Service
Nama Baik
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Feb 11, 2019
Publik Indonesia pernah dihebohkan dengan kasus pasien sebuah Rumah Sakit yang berujung aksi galang dana tersohor Koin Untuk Prita. Kasus yang berawal dari curahan hati si pasien tentang layanan pihak Rumah Sakit yang menurutnya mengecewakan, yang direspon dengan tuntutan hukum atas pencemaran nama baik. Kabar mengenai ibu muda yang dipenjara karena email keluhan yang dikirimnya itu lalu menyebar secepat badai dengan kendaraan internet. Melalui media-media berpengaruh besar – sosmed, blog, dan media berita, dengan segera kasus itu mendapatkan simpati banyak orang. Efek viralnya bisa ditebak, dan memancing emosi banyak orang.
Sepertinya semua media kala itu kompak memframing sang ibu muda sebagai korban, pahlawan malang yang dizalimi karena menyuarakan hak konsumen, dan membuat pihak Rumah Sakit tampak seperti penjahatnya. Emosi yang ditimbulkan kepada masyarakat sangatlah besar. Di berbagai media online marak dukungan kepada si ibu, menunjukkan solidaritas yang sangat besar lewat tagar-tagar #save, dan berbanding lurus dengann gerakan “Say No” pada rumah sakit tersebut.
Sebelum kasus ini muncul, Rumah Sakit tersebut memiliki imej sebagai Rumah Sakit berpengalaman dengan nama baik. Telah puluhan tahun membantu pasien, dan memiliki tenaga maupun fasilitas yang baik. Namun satu kasus seolah menggerus habis nama baik yang mereka bangun sejak awal mula pendirian cikal bakalnya di tahun 1972. Hingga kini, jika kita mencoba mencari informasi tentang RS tersebut di internet, ratusan artikel dan berita negatif terkait kasus ini akan muncul lebih banyak ketimbang review positif atau informasi tentang RS itu sendiri.
Terlepas dari siapa yang benar maupun salah, dari sudut pandang hukum maupun personal, kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pekerja
pelayanan hingga pelaku bisnis. Banyak orang menggaris bawahi respon pihak RS yang menjadi bola salju yang kian membesar dan menghancurkan mereka sendiri. Walaupun pada akhirnya pasien dibebaskan dari tuntutan, pengonsumsi media belum melupakan. Masih banyak yang menyayangkan respon pihak RS, hingga berandai-andai apa yang seharusnya mereka lakukan di awal kasus ini muncul. Masih banyak pula yang mendadak mem-blacklist RS tersebut – walau mungkin belum pernah menjadi pasiennya, dan dengan senang hati membagikan pandangannya pada mereka yang membutuhkan info tentang RS dengan layanan yang baik. Tidak jarang disisipi kalimat “Jangan di situ deh..”.
Pemulihan nama baik tidak akan singkat dan murah. Ada terlalu banyak hati yang kecewa masal untuk dirayu. Usaha yang memakan biaya besar, materiil dan imateriil. Pengobatan selalu lebih mahal daripada pencegahan. Karena itu secara sederhana jika ada orang yang mempertanyakan arti penting memberi
good service experience bagi
pelanggan, kalimat bijak dari Warren Buffett ini cukup menjadi jawaban.
"It takes 20 years to build a reputation and five minutes to ruin it. If you think about that, you'll do things differently."