Productivity
Orang Gila Lucu
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Feb 18, 2019
Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results. (Albert Einstein)
Mendengar keluhan seorang rekan tentang “Hidup koq gini-gini aja...” membuat saya antara gemas dan kasihan. Kasihan karena kesulitan hidupnya seolah tak kunjung selesai, gemas karena ia tak kunjung memutuskan untuk melakukan perubahan. Selama sebelas tahun ia bekerja di perusahaan yang sama, jabatannya juga masih sama. Satu-satunya yang berbeda adalah masa kerjanya – yang membuat ia dianggap senior, dan basic salarynya yang mengalami sedikit peningkatan dibanding kali pertama ia mulai bergabung di sana. Sementara rekan-rekannya dulu sudah ada di berbagai posisi dan perusahaan berbeda – dengan jenjang yang juga berbeda. Kami menamakannya orang gila lucu.
Pengalaman dan keluhan seperti ini bisa kita temukan di lingkungan kita berkali-kali. Orang-orang gila lucu yang mengeluhkan berbagai hal yang tidak berubah, tanpa menyadari bahwa mereka sendiri tak kunjung berubah. Contohnya rekan saya tadi. Sejak semula dia hanya tertarik untuk mengerjakan administratif. Saat beberapa orang – termasuk dia – diminta hingga ditantang untuk didevelop di bidang yang berbeda, dia termasuk dalam mereka yang menolak. Merasa tidak sesuai dengan keahlian dan preferensi, dan memutuskan tetap melakukan rutinitasnya. Saat beberapa orang mulai diserahi tanggung jawab berbeda jumlah dan jenisnya – termasuk dia, dia menjadi salah satu yang memutuskan bahwa tidak semestinya dia menanggung beban yang lebih, kemudian mengajukan protes. Saat saya sudah berada di jabatan berbeda dan menawarinya posisi yang – menurut saya – bisa ia pelajari dan coba untuk mendapatkan income yang lebih baik, dia menolak dengan alasan “Ga bisa, ga ada bakat, ga pernah”. Dan demikian hingga hari ini kondisinya ada di titik serupa saat ia memulai, selama belasan tahun. Itulah contoh orang gila lucu.
Contoh lain orang gila lucu adalah anggota tim sales yang mengeluhkan penjualan yang “sepi-sepi aja” sekian bulan terakhir. Anehnya, beberapa orang masih bisa berperforma baik dengan jumlah penjualan baik. Dan tentunya mereka yang tidak membuka order sebanyak rekannya menolak jika dibandingkan, dengan berbagai alasan. Mulai dari bahwa mereka punya banyak kenalan, punya kendaraan untuk memudahkan, hingga bahwa mereka adalah “anak kesayangan” atasan (???). Sampai di alasan terakhir, saya berhenti mendengarkan dan sudah bisa mengambil kesimpulan. “Orang gila lucu,” gumam saya dalam hati.
Saat berempati mendengarkan keluh kesah rekan saya yang merasa tidak ada perbaikan taraf hidup karena income yang segitu-segitu saja, saya jatuh iba. Saya pikir dia perlu melakukan sesuatu untuk memperbaiki finansialnya. Pertama, memangkas pos pengeluaran yang tidak penting, ke dua, fokus melunasi hutang tagihan kartu kredit yang bunganya hanya menambah beban, ke tiga, mencoba menambah pendapatan selain gaji bulanan. Saya membantunya mereview berbagai pengeluaran yang bisa dipangkas. Saya membantunya membuat pembudgetan untuk pelan-pelan melunasi tagihan dan terlepas dari kartu kredit. Juga membantu mencari berbagai usaha kecil atau pekerjaan yang bisa ia ambil agar mendapat income yang lebih tinggi. Hasil akhir? 0 dari 3 rencana sarat saran tersebut yang ia lakukan. Alih-alih mencoba, dia justru menemukan banyak alasan untuk menyanggah usulan saya. Misalnya pada poin mengeliminasi tenaga cuci yang dibayar bulanan untuk mencuci pakaian (menggunakan mesin), untuk dilakukan sendiri di akhir pekan. Ia menolak mentah-mentah dengan alasan lelah karena jam kerja yang sering overtime hingga larut. Padahal dari kacamata saya, dia bisa mempekerjakan tenaga cuci lagi saat kondisi keuangannya sudah stabil. Atau saran lainnya untuk bergabung di tim sales konter yang jam kerjanya lebih pendek dan peluang income yang lebih tinggi, tanpa harus melatih keterampilan khusus dalam jangka panjang. Lagi-lagi dia menolak, dengan alasan tidak pernah jadi sales.
Gaya orang gila lucu serupa saya temukan pada
tim sales yang berperforma buruk. Mereka direferensikan untuk meminta masukan dari tim berperforma lebih baik, tentang apa pendekatan berbeda yang mereka lakukan sehingga masih bertahan di masa relatif sepi order. Jangankan memodifikasi pendekatan yang dibagikan, mereka hanya berhenti di mencoba bertanya, tanpa usaha setidaknya meniru. Dan bisa ditebak, hasil yang mereka dapatkan cenderung sama, bahkan memburuk. Beberapa penjualan malah
bisa dikatakan faktor keberuntungan, karena bertemu dengan hot prospect di giliran mereka menjaga pameran.
Efek serupa juga akan terus kita temui di pekerjaan, saat pendekatan kita pada satu masalah masih sama. Apalagi pada masalah yang berulang. Tidak berlebihan jika Einstein menyindir bahwa mereka yang melakukan hal sama berulang-ulang tapi mengharapkan hasil berbeda sebagai tidak waras alias orang gila. Bagaimana mungkin jalan yang sama, rute yang sama, akan mengantarkan kita pada tujuan akhir yang berbeda? Jadi, daripada membuang energi dan waktu untuk mengeluhkan hasil yang begitu-begitu saja, kondisi yang tidak berubah, atau masalah yang masih terus muncul, mungkin perlu review ulang pendekatan yang kita lakukan selama ini. Ada baiknya kita lebih proaktif mencari cara-cara baru untuk mengatasinya, supaya kita tidak menjadi orang gila lucu.