Kami, saya dan suami, secara rutin setiap kira-kira satu hingga dua bulan sekali, pada saat weekend selalu menyempatkan diri mengunjungi rumah kakak, menghabiskan akhir pekan bersama mereka.
Suatu kali, di acara akhir pekan bersama keluarga kakak, kami berencana menonton bioskop di salah satu pusat perbelanjaan, di sore menjelang malam hari.
Entah mengapa dalam perjalanan di mobil, saya merasa cuaca sangat gelap di luar sana, seperti mendung, padahal waktu itu sedang musim kemarau. Dan rasanya belum terlalu malam kami keluar dari rumah kakak. Namun anehnya, ketika sampai di tujuan, begitu keluar dari mobil dan melihat ke langit, terang benderang tidak menampakkan tanda-tanda mendung ataupun gelap sama sekali.
Penasaran dan keheranan, saya menceritakan apa yang saya rasakan ke suami yang kebetulan mengendarai mobil kakak waktu itu. Dan dia hanya tertawa, lalu mengajak saya masuk kembali ke mobil untuk membandingkan warna langit ketika saya berada di mobil dan di luar. Yah.. baiklah, akhirnya saya tahu sebabnya, dan saya pun ikut menertawainya. Ternyata kakak baru saja mengganti film pelapis kaca mobilnya dengan warna yang lebih gelap.
Bukan salah penglihatan saya, dan bukan karena mendung juga hal ini terjadi. Hanya karena kaca film, dan karena saya tidak menyadari perubahan itulah, persepsi saya bermain, keheranan saya muncul, dan akhirnya membuahkan kesimpulan sepihak, tanpa melihat kebenarannya.
Sebagai
seorang leader, dengan berbagai macam tekanan, perilaku sulit anak buah kita, dan berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam team kita, bisa saja kita terjebak dalam fenomena yang sama. Kita menggunakan persepsi kita, perasaan kita, yang sangat mungkin mengaburkan data dan fakta yang ada.
Ketika kita menghadapi perilaku buruk salah satu team member kita, dan membawanya secara personal, saat itulah ada kaca film yang membuat kita berpersepsi buruk, bahkan bisa saja lebih buruk dari kenyataannya. Kita melihat dia gelap, mendung, seperti saat saya melihat langit dari dalam mobil. Kita sudah menciptakan gambaran-gambaran dan imajinasi buruk tentang dia, kita mulai merangkai cerita versi kita, tanpa menyadari bahwa ada kaca film yang melapisi penilaian kita secara subyektif.
Kalau dibilang kita salah, pastilah kita menolaknya, kita berpikir buruk karena beberapa hal buruk yang pernah diperbuatnya. Tapi apakah memang benar-benar demikian, apakah mereka persis seperti yang kita pikirkan? Belum tentu, bukan?
Ini semua karena persepsi, karena ada kaca film pelapis yang mungkin saja warnanya berbeda, lebih gelap, lebih hijau, lebih biru, atau lebih lainnya. Yang jelas, kaca itu tidak bening, kaca itu ada lapisannya.
Dalam menghadapi
anak buah dan team member yang “dianggap berperilaku buruk”, kita harus memeriksa kembali kaca kita. Kalaupun ada kaca diantara pandangan kita dan fakta yang ada, kita perlu pastikan kaca tersebut bening, bersih, dan tidak ada yang mengganggu penglihatan kita.
Seperti halnya pemakai kacamata yang perlu membersihkan secara rutin kacamatanya dari kotoran-kotoran yang mungkin menempel disana, sebagai seorang leader kita perlu secara rutin membersihkan pandangan (point of view) kita terhadap anak buah kita.
Bagaimanapun juga, perilaku, tindakan, perkataan, dan sikap anak buah kita tidak bisa sepenuhnya dalam kendali kita. Ada kalanya mereka melakukan hal-hal yang buruk dalam interaksi, dalam kinerja, dalam
produktifitas mereka. Hal buruk itu bisa jadi kotoran untuk penglihatan kita.
Sebut saja Lisa, seorang leader yang belum lama ini dibuat pusing tujuh keliling dengan salah satu anak buahnya, sebutlah Abi. Abi seorang dengan gaya bicara tinggi, keras cenderung kasar dan dikenal kurang bisa bergaul dengan rekan-rekannya karena sikapnya tersebut. Hampir semua anggota team yang Lisa pimpin mengeluhkan hal yang sama ketika harus bekerjasama dengan Abi.
Lisa dibuat bingung karena tahu bahwa kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan, namun tidak tahu bagaimana cara menghadapi Abi. Setiap kali Lisa mencoba berbicara baik-baik, selalu ada saja alasan defensive yang cenderung agresif yang ditampakkan dari respon Abi. Dan hal ini semakin menguatkan dan mengkonfirmasi apa yang didengar Lisa dari rekan-rekan kerja Abi. Bukannya semakin membaik, keadaan itu semakin lama semakin memburuk karena untuk memulai berbicara dengan Abi saja lama kelamaan semakin enggan bagi Lisa.
Keadaan seperti ini tidak hanya Lisa hadapi, tapi kebanyakan leader pernah mengalaminya. Lalu apa sebab?
Mari kita mengingat kembali kisah kaca film mobil, atau kacamata yang dianalogikan di atas. Mari kita periksa kembali, adakah lapisan-lapisan pemikiran negative yang belum kita singkirkan dari pikiran kita? Karena pikiran negative itu seperti racun, yang awalnya hanya menginfeksi satu bagian (pemikiran kita) namun lama-kelamaan bisa menjangkiti seluruh aspek kehidupan kita, bagaimana kita bersikap, bagaimana kita bertutur kata, bagaimana kita mengolah informasi. Semua berawal dari pikiran kita, dan pikiran itu sedikit banyak dipengaruhi oleh lapisan persepsi kita terhadap sesuatu.
Sama seperti Lisa, kebanyakan kita, para leader, masih membiarkan pandangan kita terhalangi oleh persepsi buruk. Bisa karena pengalaman masa lalu, perkataan orang lain, atau imajinasi yang kita ciptakan sendiri. Biasanya ini akan lebih terlihat lagi saat kita
melakukan sesi coaching dengan team kita.
Karena Abi terkenal berbicara kasar, hingga Lisa sedikit banyak terpengaruh dan saat hendak melakukan coaching, bayangan Abi yang keras,kasar dan sulit diatur itu tanpa sadar bisa membuat Lisa membatasi diri, khawatir akan respon buruk yang mungkin terjadi, dan akhirnya tidak berani melangkah lebih jauh dalam proses development Abi.
Kita perlu membersihkan kacamata kita saat kita memandang dan menilai anak buah kita. Seburuk apapun yang pernah atau sedang diperbuatnya, yakinkan bahwa bukan persepsi yang bermain di otak kita, pastikan kacamata pandangan kita benar-benar clear, sehingga kita melihat data dan fakta bukan opini, penyimpulan sepihak, yang dibumbui dengan persepsi buruk di otak kita. Hanya dengan begitu kita bisa bersikap bijak dan professional, tidak terbawa perasaan dan emosi saja.
Sudah rutinkah Anda, para leader, membersihkan kacamata pandangan kita terhadap anak buah?