STUDILMU Career Advice - PELANGGAN ADALAH NOMOR DUA!

PELANGGAN ADALAH NOMOR DUA!


by STUDiLMU Editor
Posted on Nov 09, 2017

Anda mungkin pernah mengatakan kepada tim bahwa “Customer is a king”, pelanggan adalah raja; “Customer first”, pelanggan yang utama; “Make the customer number one”, jadikan pelanggan nomor satu. Sejak penyusun strategi bisnis dan peneliti pasar beramai-ramai memaparkan korelasi antara layanan pelanggan yang baik dengan kesetiaan pelanggan (dan tentunya berujung pada retensi pelanggan), kalimat bijak serupa kerap didengungkan. Kita mesti menjadikan pelanggan sebagai orang terpenting, raja, prioritas nomor satu, dan sejenisnya. Sebagian besar strategi layanan pelanggan menggunakan ide tersebut sebagai landasan.
 
Mari tidak melupakan bahwa service is intangible. Hal itu menyangkut interaksi antar manusia. Dan manusia yang sering luput dari perhatian para pemimpin justru adalah karyawannya, alias pelanggan internalnya. Banyak pemimpin yang masih berfokus pada penerapan prosedur, perbaikan infrastruktur, dan pendukung layanan lainnya. Saat mengingat aspek manusia dalam layanan, yang sering dilakukan adalah memaksa karyawan memberi pelayanan yang baik sesuai SOP. Padahal, layanan seharusnya hal yang tak perlu dipaksakan, karena merupakan perilaku tulus yang timbul dari empati dan rasa peduli.
 
Bagaimana membuat karyawan menjadi terbiasa melayani? Sama seperti yang didapatkan dalam keluarga, kita dapat ajarkan dan biasakan. Kita dapat ajarkan melalui kursus-kursus online yang sudah cukup banyak. Bagaimana cara membiasakannya? Anda tentu sudah mulai paham alurnya. “Companies often forget about the culture, and ultimately they suffer for it because you can’t deliver good service from unhappy employees”. Jika Anda ingin pelayanan pelanggan eksternal menjadi yang pertama, pertama-tama layanan internal harus diutamakan.
 
Pelanggan utama kita justru adalah karyawan. Merekalah yang memberi layanan kepada pelanggan eksternal. Bagaimana mungkin Anda mengharapkan karyawan tersenyum kepada pelanggan jika mereka sendiri jarang tersenyum karena tidak merasa bahagia di posisinya? Jangankan bahagia, setiap harinya mereka bisa jadi terbangun dan berangkat kerja dengan separuh menyeret diri, dengan penuh rasa enggan. Dan mengapa mereka harus menyiksa diri bekerja di tempat yang menyebalkan (karena berbagai alasan)? Sementara itu, ada banyak perusahaan yang mungkin bisa menjadi keluarga baru yang lebih menyenangkan.
 
Sir Richard Branson, pendiri Virgin Group, mengatakan, “Don’t take employees for granted. If you don’t value your team, they won’t value your customers. Train people well enough so they can leave, treat them well enough so they don’t want to.” Virgin Group, yang berkembang hingga menaungi lebih dari 400 perusahaan, telah membuktikan kalimat tersebut. Budaya layanan internal yang baik akan mengarah pada layanan eksternal yang baik. Perusahaan yang besar dikembangkan oleh orang-orang terbaik di bidangnya. Dan orang-orang terbaik selalu memiliki banyak pilihan untuk pindah, sama seperti halnya pelanggan. Namun, penghargaan yang diberikan perusahaan beserta pimpinan, engagement yang berhasil diciptakan dalam lingkungan kerja mereka, itulah yang membuat mereka setia melayani pelanggan dengan usaha terbaik. Kecintaan itu membuat karyawan merasa turut memiliki dan bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan perusahaan. Mereka sadar bahwa performa dan tindakan mereka turut memengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.
 
Masih ingat hasil sensus Biro Statistik Amerika Serikat tentang 10 penyebab umum bisnis bangkrut yang dilansir CNBC? Ternyata salah satunya adalah “mengecewakan karyawan”. Kualitas dan kondisi karyawan secara psikis akan berdampak terhadap kinerja. Tentu hal itu akan mengurangi keuntungan perusahaan. Karyawan yang tidak bahagia dengan pekerjaannya mungkin tidak akan mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya. Alhasil, tidak ada terobosan baru yang mampu dibuat perusahaan. Sebagai pemimpin, penting bagi kita untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman. Kita perlu tanggap akan kebutuhan karyawan. Pemimpin yang baik terlebih dulu harus bisa menjadi pelayan yang baik. Tidak hanya memberi perintah, kita juga harus memberi contoh. Sebab, karyawanlah pelanggan nomor satu kita. Mereka wajib diperhatikan jika ingin pelayanan menjadi budaya yang dilaksanakan dengan tulus dan sukacita. (HWI)
Featured Career Advices

Rahasia Sukses Wawancara Kerja: Pertanyaan yang Paling Sering Ditanyakan

Rahasia Sukses Wawancara Kerja: Pertanyaan yang Paling Sering Ditanyakan

Rahasia Sukses Wawancara Kerja: Pertanyaan yang Paling Sering Ditanyakan

Rahasia Sukses Wawancara Kerja: Pertanyaan yang Paling Sering Ditanyakan

Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Brand Awareness

Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Brand Awareness

Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Brand Awareness

Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Brand Awareness

Cara Mengatasi Overthinking untuk Tetap Produktif

Cara Mengatasi Overthinking untuk Tetap Produktif

Cara Mengatasi Overthinking untuk Tetap Produktif

Cara Mengatasi Overthinking untuk Tetap Produktif

Mengatasi “Quarter-Life Crisis”: Langkah Menuju Karier Impian

Mengatasi “Quarter-Life Crisis”: Langkah Menuju Karier Impian

Mengatasi “Quarter-Life Crisis”: Langkah Menuju Karier Impian

Mengatasi “Quarter-Life Crisis”: Langkah Menuju Karier Impian

Bagaimana ChatGPT dan AI Mengubah Cara Kita Bekerja?

Bagaimana ChatGPT dan AI Mengubah Cara Kita Bekerja?

Bagaimana ChatGPT dan AI Mengubah Cara Kita Bekerja?

Bagaimana ChatGPT dan AI Mengubah Cara Kita Bekerja?

5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Tempat Kerja

5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Tempat Kerja

5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Tempat Kerja

5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis di Tempat Kerja

Bagaimana Mengatasi Deadline Ketat Tanpa Stres Berlebihan

Bagaimana Mengatasi Deadline Ketat Tanpa Stres Berlebihan

Bagaimana Mengatasi Deadline Ketat Tanpa Stres Berlebihan

Bagaimana Mengatasi Deadline Ketat Tanpa Stres Berlebihan

Kenali Demensia Alzheimer Sejak Dini

Kenali Demensia Alzheimer Sejak Dini