Leadership
Peran Pemimpin dalam Gaya Direktif
by
Berny Gomulya
Posted on
Aug 29, 2018
Banyak orang yang berpendapat bahwa pastinya ada salah satu yang “terbaik” dari keempat gaya tersebut.
Gaya kepemimpinan yang mampu mempengaruhi peningkatan produktivitas dalam team kerja. Namun kenyataannya, tak ada satu gaya kepemimpinan terbaik. Para pemimpin yang berhasil adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi (Wilian, 1966). Pendekatan situasional dalam kepemimpinan memang sangat perlu. Namun jika memang segalanya “tergantung pada situasi”, maka pemimpin hanya perlu tahu kapan mesti menggunakan gaya yang mana.
Unsur-unsur situasional mempengaruhi suatu gaya kepemimpinan tertentu menjadi tepat-guna pada situasi yang dihadapinya, antara lain adalah unsur waktu, tuntutan tugas, iklim organisasi, atasan, rekan kerja, serta ketrampilan dan harapan team membernya. Faktor-faktor ini mempengaruhi keberhasilan gaya kepemimpinan tertentu. Hersey dan Blanchard mendasarkan pendekatan “kepemimpinan situasional” mereka pada faktor kunci yang mereka temukan memiliki pengaruh terbesar terhadap gaya kepemimpinan pada segala situasi, yakni faktor bawahan (anggota, pengikut, team member). Pada dasarnya mereka menggunakan taraf prilaku mengarahkan atau memberikan dukungan/semangat yang dilakukan oleh seoramg pemimpin bergantung pada taraf perkembangan bawahan dalam melakukan suatu tugas, peran, atau sasaran tertentu yang diberikan oleh sang pemimpin secara perseorangan maupun kelompok.
Taraf perkembangan yang dimaksud di sini adalah kemampuan (ability) dan kemauan (willingness) bawahan untuk melakukan suatu tugas tanpa pengawasan. Kemampuan adalah suatu fungsi pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan atau pengalaman. Kemauan adalah fungsi dari kepercayaan diri dan semangat. Penting diingat bahwa seseorang tidak mungkin “berkembang sempurna” atau “tidak berkembang sama sekali”. Perkembangan seseorang bukanlah suatu konsep umum, tapi satu konsep yang khas. Itulah sebabnya dikatakan bahwa orang-orang yang cenderung berada pada berbagai tingkatan atau taraf perkembangan yang berbeda-beda bergantung pada tugas, peranan, dan sasaran tertentu yang diberikan pada mereka. Sebagai contoh, seorang engineer mungkin sangat berkembang (mampu dan mau) menangani soal-soal teknis dari suatu pekerjaan. Tapi akan lain ceritanya jika ia harus berurusan dengan hal-hal administratif pekerjaan tersebut. Dengan demikian, sangat tepat bagi atasannya jika sedikit mungkin memberi pengarahan dan dorongan dalam hal pekerjaan teknik, tetapi banyak memberi pengarahan dan pengawasan terhadap tugas administratif yang dilakukan sang engineer. Jadi, kepemimpinan situasional terutama adalah tentang ketepatgunaan dan keberdayahasilan gaya pemimpin, berkaitan dengan taraf perkembangan bawahan dalam melaksanakan tugas yang sesuai.
Gaya kepemimpinan Direktif yang kemudian menyampaikan (memerintahkan) bawahan untuk melakukan tugasnya dengan penjelasan terinci tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana dilaksanakan. Gaya kepemimpinan Suportif untuk tingkat perkembangan rendah ke sedang. Orang-orang tidak mampu tetapi mau memegang tanggung jawab suatu tugas adalah untuk taraf perkembangan rendah.
Orang-orang yang tidak mampu dan tidak mau memegang tanggung jawab melakukan sesuatu, adalah orang-orang yang tidak berkemampuan atau tidak percaya diri. Ketidakmampuan mereka bisa jadi adalah akibat dari rasa tidak aman (insecurity) atau karena kekurangan pengalaman dan pengetahuan yang diperlakukan untuk suatu tugas. Gaya kepemimpinan Direktif yang memberi pengarahan-pengarahan terinci dan pengawasan ketat adalah gaya yang tepat untuk menghadapinya. Penentuan peran bawahan dilakukan oleh sang pemimpin. Ini lima langkah yang dapat dilakukan agar dapat lebih efektif dalam gaya Direktif:
1. Perintahkan yang Anda inginkan untuk dikerjakan
Anda tak akan bisa memimpin, kecuali jika bawahan memahami yang mesti mereka kerjakan, tanggung jawab yang dituntut dalam pekerjaan tersebut, dan kepada siapa mereka harus bertanggung jawab.
2. Tunjukkan padanya yang Anda ingin untuk dikerjakan olehnya
Sekali seseorang mengetahui yang menjadi tanggung jawabnya dan kepada siapa dia mesti bertanggung jawab, dia butuh pula mengetahui hasil kerjanya – berhasil atau gagal. Prilaku perintahkan dan tunjukkan adalah prilaku yang bersifat mengarahkan. Jadi, untuk meningkatkan kemampuan seorang bawahan yang potensial, umumnya dimulai dengan gaya kepemimpinan “memerintah“. Sepanjang bawahan belum mengetahui cara melaksanakan suatu tugas secara semestinya tanpa pengarahan dan pengawasan, proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan masih dalam kendali sang pemimpin.
3. Biarkan mereka mencoba
Sekali bawahan tahu apa yang mesti dikerjakannya dan hasil yang diharapkan dari dia, saatnya pemimpin mulai
berani mengambil resiko dan membiarkannya melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan caranya sendiri. Kurangi sampai sesedikit mungkin pengarahan dan serahkan pekerjaan tersebut. Jelaskan resiko yang terjadi padanya, jika ia gagal.
4. Amati performa dan hasil kerja mereka
Jika anda sudah mencoba memberikan kesempatan untuk melakukan sendiri tugasnya, jangan langsung sepenuhnya memberlakukan gaya kepemimpinan Delegative dan kemudian meninggalkannya sendiri. Karena gaya tersebut tidak banyak menolong dalam
peningkatan produktivitas dan kepuasan hasil kerjanya. Sesudah memberi apa yang mesti ia kerjakan, Anda harus tetap mengamati penampilan dan hasil kerjanya. Unsur pokok dalam kepemimpinan gaya Direktif adalah pengawasan yang ketat, dalam artian melakukan monitoing sesering mungkin.
5. Tangani akibat-akibatnya
Alasan utama melakukan pangawasan dan monitoring tersebut adalah untuk menangani berbagai akibat yang mungkin timbul. Akibat yang dimaksud adalah segala sesuatu yang menyertai suatu perbuatan. Ada tiga utama yang mungkin timbul:
a. Akibat positif atau faktor yang menguatkan (reinforcer), yaitu segala sesuatu yang menyertai suatu hasil perbuatan yang cenderung lebih mendorong dan memungkinkan prilaku tersebut diulangi lagi. Misalnya memberikan imbalan usulan kenaikan ke jabatan yang lebih tinggi.
b. Akibat negatif atau faktor melemahkan (punisher), yaitu segala sesuatu yang menyertai suatu hasil perbuatan yang cenderung mengurangi kemungkinan diulanginya prilaku tersebut. Misalnya menyuruh melakukan kembali dengan memperbaiki kesalahan yang ada, atau malah menurunkan bawahan yang bersangkutan ke tingkat yang lebih rendah.
c. Akibat netral atau faktor yang tidak menguatkan maupun melemahkan. Kecuali jika bawahan melakukan sesuatu yang benar-benar bagus (dia akan melakukannya terus meskipun tanpa umpan balik dari orang lain), tidak ada tanggapan sama sekali secara perlahan-lahan akan mengurangi kemungkinan ia akan melakukan terus hal itu.
Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa imbalan lah yang cenderung meningkatkan kemungkinan suatu prilaku dilakukan kembali yang merupakan akibat positif. Jadi, kunci untuk mengembangkan kemampuan dan kemauan kerja orang adalah menjadikan mereka tetap melakukan sesuatu yang baik (Kenneth dan Spencer, 1962).