Leadership
Perbedaan Kepemimpinan Pria dan Wanita
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Oct 09, 2018
Sejak kata “Emansipasi” usungan feminis meledak di pasar internasional, kita mulai mengenal pemimpin-pemimpin wanita. Siapa yang tidak kenal Aquino, Bhutto, Thatcher, dan Megawati? Atau di Indonesia sendiri, nama-nama seperti Martha Tilaar, Susi Pudjiastuti, atau Sri Mulyani tidak asing kita dengar dalam opini-opini positif tentang kepemimpinan mereka. Walau masih banyak yang meragukan kemampuan wanita dalam memimpin, nama-nama tersebut membuktikan bahwa wanita memiliki sense yang tak kalah baik sebagai leader. Bahkan mengungguli kandidat beda gender dalam mencapai posisinya.
Kepemimpinan pria dan wanita memang berbeda. Karena pada dasarnya wanita dan pria terlahir dengan penuh perbedaan. Wanita memiliki beberapa perbedaan dari sosok pria yang terbangun dari struktur otak, hormon dan juga skill untuk
membangun efektivitas kepemimpinan. Sering kali perbedaan ini membuat banyak kaum meragukan kepemimpinan seorang wanita. Terlepas dari pandangan agama tentang pemimpin wanita, berbagai pendapat (dengan berbagai alasan) menilai wanita tidak akan mampu memimpin dengan baik. Bahkan ada yang dengan ekstrim berujar bahwa wanita cuma bisa ngomong, ga bisa kerja. Wah!
Anda tentu acap kali melihat wanita saat berkumpul dan terdengar begitu ramai? Well, it’s in the nature. Menurut penelitian, wanita memiliki tabungan 20.000 kata per hari. Tidak mengherankan jika wanita begitu talkatif. Dimulai dari 2-3 orang, lalu mendadak membengkak jumlahnya menjadi dua kali lipat saat yang lain bergabung. Tak jarang mereka yang bergabung adalah “temannya teman” atau “ini-nya si anu”, tetapi somehow bisa mengobrol seru seolah mereka adalah teman lama – lama tak jumpa, dalam hitungan menit. Man! Why do woman seems to know everybody?
Salah satu aspek yang mendukung kepemimpinan wanita yang natural adalah kemampuan verbal. Kemampuan mengolah kata-kata merupakan salah satu perangkat yang dimiliki oleh wanita. Wanita memiliki kemampuan menemukan kata yang tepat secara cepat. Mereka pun dapat mempengaruhi pikiran dan hati pihak lain melalui kata-kata dan suara mereka. Ini didukung dengan kemampuan dalam hal menunjukkan postur dan gerakan yang mendukung, mampu membaca kompleksitas emosi wajah serta mampu mendengarkan perubahan tekanan di dalam suara. Rata-rata wanita memiliki rasa yang lebih baik di dalam selera, sentuhan, penciuman dan pendengaran sehingga dengan demikian wanita lebih mampu mengerti berbagai hal yang tersirat.
Ini tentu saja sangat mendukung aspek kepemimpinan penting lainnya, yaitu kemampuan membangun dan menjaga networking. Wanita mampu dengan baik melakukan kolaborasi dan menampakkan empati. Dalam berperan sebagai pemimpin, para wanita enggan untuk bertindak sendirian. Mereka banyak menggalang kerja sama dengan berbagai pihak untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Mereka sadar bahwa tujuan akan lebih mudah dicapai jika dilakukan dengan dukungan dari banyak pihak. Mereka juga sadar bahwa masalah akan terasa lebih ringan jika ditanggung bersama. Untuk itulah, dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan mereka, para wanita lebih banyak
menjalin kerja sama dalam tim dari pada melakukan segala sesuatunya sendirian. Dengan berbagai hal tersebut wanita memiliki kecenderungan untuk mempraktekkan sharing power ketimbang pria yang cenderung lebih hirarkis dan melihat power sebagai jenjang dan status.
Intinya wanita memiliki semangat, kemampuan dan kualitas yang baik sebagai pemimpin. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang prinsip antara kemampuan kepemimpinan antara pria dan wanita. Perbedaannya hanyalah terletak pada kesempatan yang sering kali mereka dapatkan. Baik pria maupun wanita, keduanya saling melengkapi untuk kepentingan dan kemajuan bersama dengan menggunakan pendekatan sebagai mitra yang saling melengkapi. Tentu saja, sebagai leader positif yang mau terus berkembang, kita semua bisa mencontek networking skill dari leader wanita. Hey, if it’s good for improvement, must we care about gender?