Leadership
Perjalanan Karir Seorang Leader
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Nov 09, 2018
Salah seorang penulis sering ngeles dengan berujar “Itu karena the power of kepepet” (sambil nyengir salah tingkah) saat dipuji tentang hasil evaluasi kelas yang baik. Seperti Anda ketahui, perusahaan kami memang bergerak di bidang training and development. Sehingga salah satu hal yang selalu kami pantau adalah kualitas para trainer – facilitator kami. Ternyata walau telah bertahun-tahun memfasilitasi puluhan kelas, rasa tidak PD terkadang masih juga mampir sebelum bahkan hingga sesudah training berakhir. Penulis tidak ingin bersombong hati (walau kadang Ge-eR juga) bahwa pekerjaan yang ia lakukan sudah tepat, dan hasilnya sudah baik.
Ini mirip dengan kisah (konon nyata) yang pernah penulis baca, tentang seekor bebek. Siang itu seekor bebek menarik-narik celana seorang polisi. Karena merasa risih, polisi itu mengusirnya. Tapi lalu bebek itu berusaha mendapatkan perhatian sang polisi, Ray Peterson. Ia pergi ke atas tutup selokan di jalan. Dia duduk di sana. Ray mengacuhkannya. Bebek itu kemudian menarik lagi celana polisi ini. Lagi-lagi setelah mendapatkan perhatian Ray, dia pergi ke atas tutup selokan. Begitu terus berulang-ulang. Merasa ada sesuatu yang aneh, Ray akhirnya mendekati lubang tutup selokan ini. Setelah dilihat, ternyata ada delapan ekor anak bebek yang terjatuh ke dalam selokan itu. Ray langsung meminta pertolongan. Pertolongan datang. Dan selagi proses pertolongan berlangsung, si ibu bebek diam menunggu. Akhirnya dengan menggunakan truk derek, lubang penutup parit itu bisa dibuka. Sang ibu bebek bersama delapan anaknya berjalan beriringan menuju ke sungai dan berenang di sana. Kisah ini membuktikan bahwa ternyata hewan pun – di saat anaknya terancam – bisa melakukan sesuatu yang TIDAK pernah ia lakukan.
Sebenarnya kalimat “The power of kepepet” ini muncul sejak awal penulis memasuki dunia kerja. Atau mungkin sebenarnya jauh sebelum itu. Hampir setiap kali diminta melakukan hal yang terbilang baru, ia akan menyanggupi, disertai kekhawatiran akan kegagalan. Mencari berbagai referensi, bertanya ke beberapa senior atau orang yang dianggap tepat, lalu memulai pengerjaan tugas sesuai pemahamannya. Mempelajari hal-hal baru demi menyelesaikan tugas, bahkan melakukan hal nekat yang menantang nyalinya sendiri. Setelah melewati berbagai hal, kemudian menyajikan hasilnya saat batas waktu tiba – sambil berdoa dalam hati bahwa sudah sesuai dengan yang diharapkan pemberi tugas.
Seperti bocah lima tahun yang terpaksa ikut kelas Taman Kanak-kanak (walau sudah melancarkan aksi nangis meraung-raung menolak sekolah setiap pagi), lalu diminta menghapal lagu Indonesia Raya. Terpaksa dulu, akhirnya bisa. Atau pelajar Sekolah Dasar yang pemalu, yang diwajibkan menyanyikan satu lagu daerah dan satu lagu perjuangan sebagai ujian mata pelajaran Seni Musik. Walau sudah berdoa agar bel pergantian pelajaran segera berbunyi, toh pada akhirnya gilirannya akan tiba. Walau dengan rasa melilit di perut dan jemari yang dingin karena gugup, akhirnya dua lagu selesai dinyanyikan.
Begitu juga yang terjadi pada seorang leader. Baru atau berpengalaman puluhan tahun, setiap leader memulai karirnya dengan memaksakan diri, me-nekat-kan diri, untuk mempelajari pengetahuan baru, mencoba hal-hal baru, dan menerima tugas yang sama sekali baru. Menantang dan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan hal di luar kebiasaannya. Menyelesaikan tugas yang sebelumnya tidak ada dalam bayangannya bagaimana pengerjaannya. Tugas yang diterima (mungkin) dengan terpaksa, karena merupakan mandat dari atasan. Tugas yang mau ga mau, suka ga suka, harus kelar. Ngerti ga ngerti, coba dulu. Ga ada orang lain yang disuruh, berarti ya harus bisa. Dan muncullah “The power of kepepet” tadi. Apapun hasilnya nanti, yang terpenting adalah memulai. Coba dulu, hasil belakangan. Kalau salah? Ya coba lagi. Belajar dari yang pertama, analisa, cari penyelesaian kendala, lalu lakukan dengan lebih baik.
Jadi sungguh tidak ada yang salah dengan ketidaktahuan. Tidak ada yang salah dengan ketidakpahaman. Melakukan kesalahan, tidak sepenuhnya salah. Gagal pun tidak salah. Lha kalau ga pernah salah, ya gimana mau belajar?
Kalau ga pernah gagal, gimana bisa tahu cara untuk berhasil? Semua leader hebat juga memulai dari posisi Anda sekarang. Malahan, semakin senior usia dan jabatan mereka, semakin banyak kesalahan yang telah mereka lakukan. Semakin banyak kenekatan yang pernah mereka tunjukkan. Karena itulah, semakin kaya mereka akan ilmu dan pengalaman. Dan itu yang perlu kita lakukan sebagai leader.
Tidak perlu menunggu the power of kepepet muncul, Anda harus yakin dengan kemampuan yang Anda miliki. Ada banyak potensi yang sering kali tidak kita sadari miliki, dan baru dikenali saat berada pada kondisi kepepet. Yang artinya, memang sudah ada di dalam, hanya saja tidak muncul karena selama ini tidak pernah dibutuhkan atau tidak pernah diminta. Dan ini berarti ada lebih banyak potensi yang kita miliki, yang dapat kita asah untuk mengembangkan diri. Hanya butuh kemauan dan fokus untuk bisa melakukan.
Buang jauh-jauh gengsi ala boss, yang takut dibilang kurang pengalaman. Gengsi kalau sampai dilihat kurang paham, apalagi sampai gagal. Mendingan nyuruh orang lain daripada malu harus belajar dulu, nanya dulu, apalagi kalau sampai salah. Lho, Anda kan juga manusia? Atasan juga manusia, bukan kemeja dari kain katun, spandek, atau sifon. Setiap manusia melakukan kesalahan dan gagal. Yang menjadi pembedanya adalah kemampuan dan kemauan untuk mendapat pembelajaran dari setiap kesalahan dan kegagalannya. Pimpinlah diri Anda sendiri untuk menaklukkan keraguan terhadap kemampuan Anda. You learn more from failure than from success. Don’t let it stop you.