Self Improvement
Pintu Terbuka
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Feb 11, 2019
Tanpa sengaja saya menemukan artikel bertopik unik, yaitu cara untuk berhenti meratapi nasib setelah di-PHK. Artikel ini ada di urutan ke sekian jika Anda mencari dengan kata kunci tentang bangkit dari kegagalan. Dan artikel-artikel lainnya akan memberi Anda semangat untuk kembali mencoba di tengah kegagalan. Tapi
kisah-kisah sukses tokoh ternama internasional mungkin sudah terlalu sering Anda dengar. Kali ini kisah yang akan saya bagikan diambil dari sosok-sosok yang lebih dekat dari tanah air.
Kisah pertama adalah dari seorang pengusaha perhiasan di Cilincing, Jakarta Utara, yang dimuat di economy.okezone. Setelah hampir dua puluh tahun mengabdi, ia mengalami pemutusan kerja karena krisis moneter. Empat tahun kemudian akhirnya ia memutuskan menjadi bos untuk dirinya sendiri dengan mencoba membuka usaha sesuai pengalamannya. Omsetnya kini bisa mencapai hingga 800 juta per bulan.
Berkaitan dengan PHK, seorang wanita yang jatuh bangun ditipu dalam berbagai bisnis yang dirintisnya, justru menuai untung dari kisah PHK perusahaan-perusahaan yang tak mampu bertahan. Pengusaha menyadari, tidak cukup dengan memberi “ikan” pada karyawan yang mereka PHK, tapi juga perlu membekali mereka dengan “kail”. Mereka perlu membekali korban PHK dengan ketrampilan agar bisa bertahan hidup dengan mengembangkan usaha mandiri – setidaknya sampai mereka mendapatkan ladang baru. Dari sini, tidak hanya ia menjalankan usaha di bidang yang ia kuasai lewat UKMKU, ia juga memberi arti lebih dengan membantu korban PHK.
Lain kisahnya dengan seorang pengrajin miniatur truk dan bis, yang dulu memang ingin menjadi pengemudi bis. Selama puluhan tahun ia menjadi pengayuh becak dan seolah merasa memang ditakdirkan untuk tetap ada di titik tersebut. Di usianya yang sudah sepuh, akhirnya ia menekatkan diri memulai usaha miniatur truk dan bus, yang kini sukses memasarkan karyanya dari Pasuruan, Kediri, Malang, sampai Bali, dengan harga 150 ribu hungga 1,4 juta.
Satu lagi adalah kisah mantan buruh pabrik pengolahan besi baja yang harus kehilangan empat jari karena kecelakaan kerja, lalu di-PHK di masa resesi. Ia mencoba bertahan hidup dengan menjadi pengamen, sampai mencoba menjual sparepart motor kecil-kecilan. Titik baliknya dimulai tujuh tahun kemudian, saat ia berhasil menjual gitar bekas milik rekannya, hingga kini berlanjut dengan omset mencapai 300 juta per bulan.
Keempat kisah mereka dapat dengan mudah Anda temukan di internet, karena beberapa ada yang dimuat di media sekelas Kompas. Jika diminta untuk menarik hikmah di balik kisah perjalanan panjang mereka, umumnya mungkin orang akan menyebut seputar “terus mencoba”, “jangan putus asa,
pantang menyerah” dan sejenisnya. Tapi ada satu lagi kesamaan unik mereka dalam perjalanan panjang menemukan
keberhasilan pribadi, yaitu keberanian membuka “pintu yang lain”.
Coba tengok kembali bagaimana bapak pengusaha perhiasan hampir dua puluh tahun mengabdi sebagai karyawan – dan sepertinya sudah tidak akan ke mana-mana, tapi akhirnya berakhir dengan PHK. Butuh waktu empat tahun baginya untuk membuka pintu baru berlabel “pengusaha” setelah pintu “karyawan” tertutup. Lalu pengayuh becak yang puluhan tahun tidak sukses menjadi supir bus sebagaimana ia cita-citakan, harus menunggu masa dimana tubuhnya sudah letih mengayuh becak, baru kemudian berani mewujudkan mimpi menjadi “pemilik bus” lewat usaha miniatur truk dan bus miliknya.
Butuh waktu lama bagi sebagian dari kita untuk memulihkan diri dari luka, berhenti menyesali pintu yang telah tertutup. Sebagian lainnya butuh waktu untuk tersadar dan berhenti ngotot membukanya lagi. Padahal ada begitu banyak pintu yang siap terbuka jika saja kita mau memalingkan mata. Terkadang kita tidak selalu harus berhasil di satu bidang yang telah lama kita tekuni. Ada kalanya, melongok peluang lain di pintu berbeda bisa menjadi jalan baru menuju yang kita impikan. Tentunya dengan mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan perhitungan yang tidak gegabah.
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.
–Alexander Graham Bell-