Coaching
Siapkah Diri Kita Menjadi Coach Efektif?
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Oct 04, 2018
Coaching adalah satu dari banyak aspek pengembangan diri menuju posisi strategis. Siapkah anda menjadi seorang coach?
Apa yang terlintas di benak anda tentang
coaching? ”Seseorang mengajarkan saya dan saya pun mengajarkan orang lain,” jawab Nia seorang staf administrasi yang juga menangani payroll perusahaannya. Sedangkan bagi Norman yang bekerja sebagai Sales Executive di salah satu perusahaan di Jakarta Pusat, coaching ia maknai sebagai pelatihan, pengarahan dan pembinaan dari supervisornya. ”Menurut saya, coaching bukan berarti mengandalkan orang lain. Bukan coach yang memberi solusi tapi musti kita yang menentukan solusi sendiri,” kata Ema pangilan akrabnya.
Lalu apa yang dimaksud dengan coaching itu sendiri? “Coaching adalah mengikat seseorang dalam percakapan yang bermakna untuk memfasilitasi pengembangan diri mereka. Ketrampilan coaching adalah mendengarkan (seek first to understand), memahami yang tak terkatakan (bahasa tubuh), bertanya (questioning), memberikan umpan balik (feedback), dan ketrampilan mendiagnosa permasalahan.
Untuk
menjadi coach yang efektif, perlu memiliki pemahaman dasar yang sama tentang coaching. Apa saja pemahaman dasar coaching ini? Ada beberapa pemahaman dasar yang perlu dibangun oleh setiap coach. Pertama, coach berkomitmen untuk mendukung pengembangan individu (coachee/orang yang dilatih). Kedua,coach bersikap terbuka, fleksibel dan percaya diri. Ketiga, hubungan coaching dibangun atas dasar kejujuran, keterbukaan dan kepercayaan. Keempat, coachee bertanggungjawab atas hasil atau keputusan yang ia pilih. Kelima, setiap coachee memiliki potensi terpendam (hidden potential) yang bila terkuak satu saat, akan berdampak signifikan dalam meningkatkan kinerjanya. Keenam, seorang coach fokus kepada pikiran dan pengalaman coachee. Ketujuh, coach memberikan pertanyaan-pertanyaan agar mengerti perspektif coachee. Kedelapan, coach fokus kepada tindakan-tindakan yang mengarahkan coachee mencapai solusi. Kesembilan, dalam percakapan coaching, coach menempatkan diri seimbang (tidak merasa lebih tinggi atau lebih pakar) terhadap coachee. ”Kita semua membuat asumsi tentang orang lain, baik secara sadar maupun tidak sadar. Sebagai coach, kosongkanlah pikiran anda dan tinggalkan segala asumsi,” Pemahaman dasar yang terakhir : Memulai dari diri sendiri, hal tersebut menjadi kunci utama keefektifan seorang coach. ”Kalau mau coachee berhenti melakukan suatu hal negatif tertentu, maka coach harus tidak melakukan hal tersebut juga,” Farina mencontohkan. Alasan itu masuk akal, bagaimana seorang coach mampu mendukung pengembangan orang lain, jika ia sendiri tidak mampu mengembangkan dirinya. Maka pemahaman dini tentang coaching pun penting untuk diingat.
Tujuan coaching adalah menumbuhkan kesadaran (raise awareness) dan tanggung jawab (responsibility) dari coachee. Apa maksudnya? Seorang coach yang efektif tahu bagaimana menumbuhkan kesadaran coachee untuk meningkatkan kinerjanya. Sehingga, setiap keputusan coachee adalah keputusan yang ia tentukan sendiri. Keputusan yang dibuat sendiri akan lebih dipertanggungjawabkan dari pada
keputusan yang ditentukan oleh manajernya.
Coaching bukan hanya bermanfaat bagi coachee yang ingin berkembang, juga bermanfaat bagi coach itu sendiri. Seorang coach bisa jadi lebih sabar, wise dan mampu berpikir strategis juga. Coaching bermanfaat untuk semua orang. Tapi tidak hanya bermanfaat bagi praktisi SDM saja, juga untuk karyawan yang memiliki anak buah. ”Membantu saya dalam teknik bertanya, menentukan, atau identifikasi masalah dalam memberikan solusi terbaik. Selain itu, melatih kita tidak cepat berasumsi yang dapat merugikan semua pihak. Jika analisa yang saya berikan tepat dan sesuai kebutuhan, maka hal ini sangat menunjang masa depan karier saya,”.
Setiap orang itu unik. Berdasarkan hal tersebut, seorang coach perlu mengetahui dua pola percakapan coaching ini yaitu percakapan direktif dan non direktif. Percakapan direktif contohnya : ”Bila ada staf yang salah, dipanggil dan ceramahin, tanpa memberi ia kesempatan bicara. Bayangkan jika anda diperlakukan seperti itu, apakah akan timbul kesadaran untuk memperbaiki kesalahan? Bisa jadi anda memperbaikinya tapi karena merasa takut, bukan karena kesadaran sendiri.
Kemudian, opsi berikutnya adalah percakapan non direktif. Peran coach yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menumbuhkan kesadaran coachee tentang kesalahannya. Misalnya coaching dalam penilaian kinerja, coach mengajukan pertanyaan yang menumbuhkan kesadaran coachee. Setiap pernyataan coach harus berdasar pada fakta dan data. Mengapa? Agar tidak terjebak pada rumor dan coachee lebih tahu lagi apa yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki..
Dalam percakapan pola direktif, kesan yang timbul adalah coach sebagai individu yang otoriter. Sedangkan dalam percakapan non direktif, coach bisa berperan sebagai individu netral dan dipercaya, sehingga coachee merasa nyaman mengungkapkan kebutuhannya untuk berkembang. Sesekali pola direktif dapat digunakan, tetapi harus mampu membaca kondisi dan orang yang dihadapinya.
Bila anda ingin mencapai level coach, bisa jadi kebahagiaan terbesar anda adalah melihat coachee anda maju dan berkembang. Pertanyaannya, apakah anda siap dan mau mendukung coachee anda? Hanya anda yang tahu jawabannya.