Leadership
Kepemimpinan di Masa Krisis (Leadership in Crisis Time)
by
STUDiLMU Editor
Posted on
Apr 06, 2020
Ketiga, disiplin fanatik. Disiplin dapat berarti banyak hal - bekerja keras, taat aturan, patuh, dan lain-lain. Namun, Collins dan Hansen mengartikan disiplin fanatik sesuatu yang lain, yaitu konsistensi tindakan. Konsistensi terhadap nilai-nilai organisasi, tujuan jangka panjang, dan standar kinerja tinggi. Tidak peduli apakah sedang pandemi corona, pasar sedang turun, resesi ekonomi global, atau sengitnya persaingan, pemimpin mesti sangat disiplin dengan menunjukkan konsistensinya terhadap visi jangka panjang dan semua tindakan untuk mewujudkannya.
Sikap Pemimpin Sejati di Masa Krisis
Seperti yang dijelaskan di atas, bahasa mandarin untuk Krisis adalah 危机 (wēi jī) berasal dari kata 危险 (wēi xiǎn, danger) dan 机会 (jī huì, opportunity). Untuk itu setiap 危机, wēi jī (krisis), selalu memiliki 2 dimensi : pertama 有危 (yǒu wēi, ada bahaya), kedua 有机 (yǒu jī, ada kesempatan atau peluang). Jadi di setiap krisis walaupun memang memiliki bahaya, namun juga mengandung peluang yang menuju kesuksesan di masa depan.
Ketika krisis terjadi, pemimpin sejati tidak hanya fokus dan larut dalam bahaya, tapi melihat peluang dan kesempatan. Salah satu kesempatan yang harus terus dan tetap dilakukan oleh organisasi adalah mengembangkan kompetensi karyawan. Proses pengembangan kompetensi karyawan tidak boleh berhenti. Karena training karyawan yang Anda lakukan di masa krisis, akan menuai hasil yang luar biasa (peluang) pada saat krisis berlalu (tidak ada krisis yang bertahan selamanya). Karena adanya aturan physical distancing di corona ini, maka mungkin Anda tidak bisa melakukan training secara tatap muka, tetapi kita tetap bisa melakukan training secara online. Hanya orang dan organisasi yang mempersiapkan diri di masa krisis yang akan mendapatkan peluang setelah terjadinya krisis (post crisis).
Dari hasil studi Collins dan Hansen, dapat disimpulkan bahwa memimpin di tengah krisis dan ketidakpastian tidak cukup hanya duduk manis di belakang meja, sekadar mengandalkan intuisi meneropong masa depan, hanya menjadi pemimpin yang karismatik, apalagi hanya menjadi pemimpin yang bersandar pada pencintraan belaka. Dibutuhkan lebih dari pada itu. Di tengah krisis, pemimpin membutuhkan tiga ketrampilan kepemimpinan: disiplin fanatik membuat organisasi on the right track, kreativitas empiris membuat orang-orang bersemangat, dan ketakutan produktif membuat manusia tetap hidup.